Oleh: Dr. Junaidi, M.Si
(Pengurus BIM dan Sekretaris Majelis Tarjih PWM Sumatera Utara)
“Lihatlah apa yang dikatakan, dan jangan lihat siapa yang mengatakan”.
Itulah sebuah ungkapan yang populer dan sering kita dengar. Ya, sebuah ungkapan yang mengajak kita agar fokus untuk mendengar kata-kata bijak yang berisi nasehat-nasehat kebaikan yang penuh hikmah tanpa melihat siapa yang mengatakan.
Apa iya kita bisa mendengar sebuah nasehat tanpa melihat orangnya? Sepertinya mustahil. Ketika kita mendengar nasehat yang berisi kata-kata bijak, maka pasti akan melihat orang yang mengatakannya. Coba bayangkan!!! Anda masuk ke sebuah ruangan, saat Anda masuk, terlihat seorang pemuda berdiri menyampaikan pesan-pesan tentang “pentingnya menjaga Kesehatan dan kesolehan”.
Anda lihat pemuda itu memakai kaos oblong warna putih yang kusut dan warnanya sudah sangat kusam, ditelinganya ada kerabu (anting-anting), ia memakai kalung gambar tengkorak dan rambutnya gimbal. Matanya merah dan sekali-kali tercium aroma alkohol keluar dari aliran nafasnya (aroma tersebut tercium karena Anda duduk di dekatnya). Secara akal sehat, apakah Anda hanya akan melihat pesan-pesan yang dikeluarkan dari mulutnya?
Bagi Saya, “siapa” juga penting dari hanya sekedar “apa”. Hal ini karena “apa” (kata-kata) tidaklah berdiri sendiri tanpa ada “siapa” (orang yang mengatakan).
Kita bisa lihat betapa dahsyatnya efek kata-kata yang dikeluarkan oleh Nabi Muhammad Saw dan para Ulama Soleh (kita ambil contoh KH. Ahmad Dahlan, dan KH. Hasyim Asy’ari). Dahsyatnya kata-kata yang mereka keluarkan karena kata-kata itu dikeluarkan oleh sosok Pribadi yang luar biasa.
Maka wajar jika dakwah Nabi dan para Ulama sangat efektif mengubah tatanan kehidupan karena dakwah tersebut berasal dari orang yang memiliki kepribadian sesuai dengan apa yang didakwahkan..
Walau mengajak orang untuk berbuat baik merupakan pebuatan mulia, namun alangkah baiknya jika kita juga menjadi orang baik agar dakwah yang kita keluarkan lebih efektif. Dan yang lebih penting adalah agar kita tidak seperti calo yang hanya mengajak orang naik angkot tapi kita tidak ikut naik, atau seperti burung BEO yang pandai berucap tapi tak paham dengan apa yang ia ucapkan.
Bukankah Allah juga mengingatkan dalam Alquran Surat 2 : 44 dan Surat 61 ayat 2? (Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir? Q.S 2;44) (Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Q.S 61:2)
So, mari benahi diri dan tingkatkan kualitas kesolehan karena orang tidak hanya melihat apa yang kita katakana tapi melihat siapa dan bagaimana kita… []